Setiap pergi ke Blora, aku suka
menyebutnya pulang. Kota kecil yang terbilang sepi dan merupakan kota pensiunan
ini memang memiliki aura nyaman dan santai. Saat malam, hawanya pun sejuk.
Keluarga besar Mama dan Papa berasal
dari kota ini. Sejak menikah, mereka pindah ke Surabaya. Makanya aku lahir dan
besar di Surabaya. Namun, setiap liburan panjang, mereka mengajakku ke Blora.
Selain senang karena kumpul dan bisa
main dengan sepupu, hal lain yang menyenangkan adalah kulineran. Ingatan akan
pengalaman rasa itu melekat hingga kini dan selalu bikin rindu. Oleh karena
itu, selain menyukai masakan pedas khas arek Surabaya, aku juga jadi toleran
dengan santan dan manisnya masakan ala Jawa Tengah.
Inilah beberapa menu kulineran khas
Blora yang wajib kalian coba.
Sate Blora
Dagingnya bisa ayam atau sapi. Sate
dari daging sapi, mereka menyebutnya sate jagal. Khasnya adalah bumbu kacangnya
yang sangat halus plus kuah santan bening berwarna kuning. Di beberapa kota
lain yang jual Sate Blora, seringnya hanya bisa menirukan bumbu kacangnya,
tetapi tidak menyediakan kuahnya. Buatku, model yang seperti itu kurang sah.
Penyajian Sate Blora cukup unik.
Pertama, pelanggan memilih dulu gaya penyajiannya, mau dengan piring atau daun
jati. Kemudian, pelanggan harus memilih pakai kuah atau tidak. Aku pribadi
lebih suka sateku tersaji di atas daun jati dengan kuah yang “banjir”. Penjual
lantas akan menyajikan bumbu kacang, satu piring untuk satu orang. Dengan
demikian, kita bisa meracik sendiri tambahan kecap manis dan sambalnya.
Oh iya, sambal Sate Blora juga beda, yakni sambal hijau. Seperti itulah
sambal yang tersaji di setiap warung, seragam semua. Tidak ada sambal merah
dalam Sate Blora.
Yang tidak kalah unik dari Sate
Blora adalah penjual akan terus membakar sate dan menyajikannya di meja selagi
kita makan. Mereka yang baru pertama makan Sate Blora mungkin akan kaget dengan
kebiasaan itu dan mengira bahwa mereka harus menghabiskan semua sate yang
terhidang. Padahal, penjual nantinya hanya akan menghitung jumlah yang kita
makan dari tusuk satenya saja. Jadi, tidak wajib dihabiskan ya!
Lontong Tahu
Ini kalau versi Surabaya bisa
dibilang mirip tahu telur, tapi tanpa petis. Proses paling menarik yang selalu
kuamati dari kecil adalah setelah digoreng, tahunya kemudian dijepit
menggunakan dua piring untuk diperas airnya.
Nah, kalau bumbunya, yang mantap
adalah kacang gorengnya. Enggak tanggung-tanggung! Banyak banget. Bawang putih
dan cabai tak boleh ketinggalan. Tentu tingkat kepedasannya pun bisa
disesuaikan. Kecap lokal otomatis sudah ditambahkan di dalam cobeknya.
Isian berupa tahu, telur, lontong,
dan kecambah disiram dengan bumbu sebelum disajikan. Daun seledri dan bawang
goreng jadi pelengkap di atasnya.
Rawon Blora
Dari semua kuliner Blora, dulu menu
ini sering dibuat sendiri oleh Mama di Surabaya. Sayangnya, aku tidak pernah
belajar resep ini darinya. Padahal, rawon ini sangat aku suka, mengalahkan
rawon Surabaya.
Ciri khasnya adalah kuahnya yang
bersantan. Jadi warnanya tetap hitam karena keluak, tetapi tidak pekat.
Ditambah lagi, ada daun so atau daun melinjo yang cukup banyak. Kalau masalah
rasa, kecap lokal selalu jadi sisipan. Paduan gurih, manis, dan legitnya santan
menyatu dengan sempurna.
Soto Kletuk
Seperti soto ayam pada umumnya,
tetapi kuahnya tidak kuning banget, lebih bening. Rasa gurih dari kaldu ayam
berpadu dengan kecap manis.
Topping-nya istimewa. Bahannya dari ketela pohon yang ditumbuk jadi gemblong tawar. Lalu diiris, dijemur kotak, terus digoreng. Tidak crunchy banget, tapi cenderung keras. Alhasil, kalau dimakan bunyinya “kletuk”.
Kopi Santan
Meski di tempat lain mungkin sudah
mulai tersedia, bahkan kopi kekinian pun mulai mencampurkan santan atau air
kelapa, kopi santan adalah pengalaman rasa yang telah lama kucoba dan melekat
dalam ingatan. Pengalaman rasa itu terus kuulang, setiap aku pulang.
Dulu banget, aku harus berjalan
menembus hutan untuk menuju warungnya. Sekarang areanya sudah lebih terbuka.
Pohon-pohonnya tak lagi terlalu lebat dan masuk ke kampung pedesaan.
Kalau kopi pada umumnya disajikan
dengan cara menyeduh dengan air panas, tidak dengan yang ini. Prosesnya adalah
seperti kopi klothok yang mana kopi
dan air direbus bersamaan, tetapi di sini ditambah dengan santan. Eits, bukan dari santan kemasan. Si Mbah
penjual kopi santan ini akan memarut kelapa asli, diperas lalu ikut dimasukkan
ke dalam panci bersamaan dengan kopi, air dan gula. Bayangkan, betapa kental,
legit dan mantapnya. Tapi jangan coba-coba buat yang tidak tahan dengan ramuan
ini, mungkin leher langsung terasa ketarik dan berat.
Editor: Ari PW
No comments