Ketoprak dan Gado-Gado Kuliner Betawi

 


Ditulis oleh Titie Surya

Indonesia kaya akan keanekaragaman kuliner dari Sabang sampai Merauke. Ciri khas hidangan Indonesia adalah mengandung aneka rempah. Itulah yang membuat setiap daerah memiliki ragam kuliner yang menggoyang lidah dan sayang untuk dilewatkan.

Salah satu bahan yang menempati posisi bumbu favorit dalam setiap hidangan adalah kacang tanah. Tanaman yang dikenalkan oleh bangsa Meksiko dan Portugis pada abad ke-18 itu membuat aneka olahan berbumbu kacang terasa nikmat. Di antaranya, rujak, asinan, pecel, karedok, ketoprak dan gado-gado ala Betawi.

Karena lahir dan besar di Jakarta, sampai hari ini saya masih selalu mengidolakan ketoprak dan gado-gado. Meskipun kaki telah melanglang buana ke banyak wilayah, dua kuliner ala Betawi itu tetap yang paling saya sukai.

Berawal dari Kecelakaan

Sampai hari ini masih ada perdebatan soal asal ketoprak, dari Cirebon atau Jakarta? Mayoritas pedagang yang menjajakan ketoprak dengan gerobak dorong memang berasal dari Cirebon. Anehnya, di Kota Udang itu tak banyak pedagang ketoprak. Sementara di Jakarta, pedagang ketoprak keliling nyaris selalu ada di setiap sudutnya.

Konon, nama makanan tersebut muncul gara-gara ketidaksengajaan sang pedagang yang tangannya licin sehingga menjatuhkan piring wadah makanan dan menimbulkan bunyi 'prak'. Jadilah nama ketoprak.

Makanan berbumbu kacang yang dihaluskan dengan bumbu utama gula merah, bawang putih, cabe, dan garam tersebut memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang cukup. Mengenyangkan sekaligus bergizi.

Setelah bumbu selesai diulek di atas piring yang sekaligus menjadi tempat menyajikannya, pedagang ketoprak menambahkan ketupat, bihun yang sudah diseduh dengan air panas, touge rebus, tahu cina yang sudah digoreng, timun, bawang goreng, kerupuk, dan kecap. Ada kalanya pembeli meminta tambahan topping telur dadar atau sosis.

Ciri khas Ketoprak Betawi adalah penggunaan tahu cina yang padat tapi lembut di lidah. Ketika pindah ke Surabaya, saya menemukan ketoprak di daerah Tenggilis dan Jemursari. Namun, rasanya aneh di lidah. Apalagi tahu yang digunakan adalah tahu asal Jombang yang bertekstur padat dan sedikit berbau asam. Sungguh cita rasa ketoprak yang ada di ruang ingatan, ambyar seketika.

Dari Kampung Tugu Ke Indonesia

Selain ketoprak, Betawi sebagai suku asli Jakarta juga punya varian gado-gado yang istimewa. Makanan yang diperkenalkan oleh penjajah Portugis itu pertama kalinya muncul di wilayah Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara.

Konon, kata gado-gado yang berarti campur-campur mulanya adalah nama jenis makanan ternak. Akan tetapi, seiring perubahan waktu dan budaya kuliner warga Betawi, gado-gado menjadi nama makanan yang kerap dijuluki sebagai Indonesian salad. Kini gado-gado tak hanya milik Kampung Tugu, melainkan jadi identitas kuliner warga Jakarta bahkan Indonesia meskipun dengan cara penyajian dan rasa yang berbeda.

Hal yang membedakan Gado-Gado Betawi dengan makanan sejenis di kota lain adalah bumbu kacangnya yang diulek dengan bawang putih, bawang goreng, cabai, garam, gula merah, dan air asam jawa. Bumbu diulek mendadak pada saat pembeli memesan, diberi sayuran rebus yang terdiri dari jagung pipil, pare, kentang, labu siam, nangka muda, kacang panjang, kangkung, bayam, tahu, dan tempe.

Sebelum disajikan, Gado-Gado Betawi ditaburi kerupuk, kadang juga ditambah telur rebus. Beda dengan ketoprak yang berisi potongan ketupat, gado-gado dimakan tanpa tambahan lontong pun sudah mengenyangkan dan memenuhi standar karbohidrat dan protein.

Sementara itu, di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, gado-gado diracik dengan bumbu kacang yang sudah direbus menyerupai saus kental lalu disiramkan ke atas nasi atau lontong dengan potongan sayur selada, timun, kentang serta tomat. Tak lupa juga ditaburi kerupuk.

Selain rasa gado-gado di Jakarta, meski bisa diterima di lidah saya, tetap saja Gado-Gado Betawi juaranya. Hehehe... Namun, gado-gado di kantor perpustakaan Balai Pemuda Surabaya sungguh hau jek sen cing ping alias enak tenan dan patut diacungi jempol.

Kembali ke Soal Selera

Bagaimanapun keragaman kuliner Indonesia sungguh kaya dan layak dikenal dunia. Tidak ada yang mutlak enak atau tidak enak, semua kembali ke selera masing-masing penikmatnya.

Buat saya pribadi makanan cuma punya dua rasa. Enak dan enak banget!


Editor: Ari PW

No comments