Oleh Rosilawati Anggraini
“Wah, enaknya tugas di Karibia. Itu liburan atau kerja, sih?”
Begitu komentar saudara ataupun teman saat tahu saya sedang bertugas di Kepulauan Karibia. Gugus ribuan pulau di Laut Karibia itu memang identik dengan liburan ala kapal pesiar. Laut yang biru dan pemandangan yang indah membuat Karibia terdengar eksotis dan romantis.
Petugas Bidang Kesehatan dan Bencana Internasional
Sebenarnya komentar saudara dan teman itu ada benarnya juga. Selama bertugas di Karibia, saya pun menikmati keelokan itu. Namun, karena saya datang jauh-jauh dari Indonesia untuk merespons bencana, maka saya akan fokus dulu ke tugas-tugas yang menantang.
Misi kali ini merupakan lawatan kedua saya ke Barbados, negara yang di peta dunia hanya terlihat seperti titik. Pada 2018 lalu, saya pernah mengemban tugas di pulau yang terletak di bagian timur Kepulauan Karibia tersebut. Kendati demikian, tantangan terbesar saya tetaplah jarak. Jauh banget!
Perjalanan dari tanah air menuju Barbados makan waktu hampir 3 hari. Setelah itu, saya harus bertugas selama 3 bulan. Pastinya, selama itu saya tidak bisa bertemu keluarga. Saya sampai wanti-wanti kepada Mas Bey, suami, agar jangan sampai ada yang sakit, meninggal, atau berada dalam kondisi darurat selama saya jauh dari Indonesia. Sebab, jika sampai itu terjadi, saya tidak bisa segera merespons karena pulang pun butuh waktu lama.
Betapa enaknya kalau hidup bisa diatur-atur seperti itu ....
Namun, kenyataannya saya hanya bisa pasrah dan memeluk orang-orang terdekat saya dengan doa. Dalam kegalauan saya itu, Mas Bey malah sempat-sempatnya menggoda. Katanya, kalau sampai dia meninggal dunia saat saya di Barbados, dia berpesan agar langsung dikuburkan saja tanpa menunggu istrinya pulang dulu. Ya Allah, sempat-sempatnya suami hamba menggoda istrinya yang sedang galau berat ini.
Sulit Mencari Makanan Halal
Tantangan lain yang harus saya taklukkan selama di Barbados adalah makanan. Di sana, saya kesulitan mendapatkan makanan halal. Komunitas muslim di pulau tersebut memang sedikit. Informasi yang saya dapatkan dari MUI, restoran halal di Barbados pun jumlahnya hanya delapan saja di seantero negeri. Semoga saja tantangan yang ini bisa membuat saya kurusan, ya.
Oleh karena Barbados adalah negara yang kecil, biaya hidupnya luar biasa mahal. Kebanyakan barang-barang yang dipakai oleh masyarakat setempat masih diimpor dari Amerika atau Eropa.
Alasan lain yang membuat biaya hidup di Barbados tinggi adalah statusnya sebagai destinasi wisata dunia. Barbados dan pulau-pulau lain di Kepulauan Karibia adalah “tempat pelarian" orang-orang Amerika, Kanada, dan Inggris saat winter. Tak ayal, biaya hidup melonjak pada peak season, Desember-April. Turis-turis berdatangan ke Barbados dengan kapal pesiar. Ada pula beberapa penerbangan langsung dari Amerika Serikat (AS) seperti dari bandara New York dan Miami, serta dari Kanada dan Inggris.
Pelangi di Barbados
Suhu udara di Barbados rata-rata selalu tinggi, demikian pula kelembapannya. Saat saya tiba pada awal Agustus lalu, Barbados sedang musim panas. Meski saya besar di Surabaya dan tinggal di Bekasi yang lumayan panas, ternyata berat juga beradaptasi di Barbados. Aktivitas saya yang sebagian besar di luar ruangan membuat keringat tak berhenti mengalir.
Payung menjadi benda wajib yang harus selalu ada di tas. Bukan hanya untuk berlindung dari teriknya hawa Barbados, tapi juga karena cuaca di sana bisa berubah cepat. Dari yang semula luar biasa panas menjadi hujan lebat tiba-tiba, lalu panas lagi.
Bagi saya, Barbados tak ubahnya Negeri Pelangi. Saya menyebutnya demikian karena saking seringnya melihat pelangi di atas lautan selepas hujan. Selain Tanah Airku yang jadi lagu kebangsaan di saat rindu pulang, kini Badai Pasti Berlalu juga menjadi lagu yang menemani keseharian saya di Barbados. Pasalnya, setelah hujan deras dengan suara angin yang menderu-deru, dalam sekejap saja semuanya bisa berlalu dan langit kembali cerah ceria.
Kendala Transportasi di Negeri Orang
Tiap kali bertugas di luar negeri, mau tak mau saya pasti membandingkan fasilitasnya. Khususnya soal transportasi. Taksi di Barbados gampang-gampang susah. Rata-rata, sopir taksi tidak menyalakan argo dan mematok tarif yang mahal sekali. Saya lalu mensyukuri kondisi kita di Indonesia. Ada banyak sekali kemudahan transportasi. Bisa dengan transportasi online atau alternatif kendaraan umum lain yang tarifnya masuk akal.
Sebenarnya ada sopir yang direkomendasikan kantor untuk antar jemput ke bandara dengan tarif yang sudah disepakati. Sopir yang saya panggil Pak David itu juga bisa dimintai bantuan untuk keperluan lain selama di Barbados. Alhamdulillah Pak David juga dibantu dua anaknya sebagai sopir cadangan. Masalaknya, tiap weekend atau hari Minggu, mereka sekeluarga beristirahat. Mereka tidak bisa mengantarkan saya ke mana-mana karena sibuk dengan aktivitas-aktivitas mingguan di gereja.
Jika ada keperluan mendadak pada hari Minggu dan semua sopir tidak available, saya memanfaatkan aplikasi setempat bernama Pick-up Caribbean. Sesungguhnya teman-teman kantor tidak merekomendasikan aplikasi yang dikelola perusahaan taksi online Barbados itu. Menurut mereka, Pick-up Caribbean tidak reliable. Namun, saya sendiri merasa cukup terbantu.
Aplikasi tersebut mempertemukan saya dengan Pak Ronald. Sopir yang sudah lumayan tua itu mengendarai sebuah van yang sudah agak butut dan tidak ber-AC. Suatu ketika, saya minta diantarkan ke supermarket yang lumayan jauh. Karena takut tidak mendapatkan tumpangan saat pulang berbelanja, saya meminta Pak Ronald menunggu. Alhamdulillah begitu saya keluar supermarket, beliau sudah standby di pintu keluar. Sejak itu Pak Ronald jadi sopir utama sekaligus bodyguard saya saat weekend.
Bersama Pak Ronald |
Ada Kemudahan di Balik Setiap Kesulitan
Kegiatan utama saya tiap akhir pekan ya tentu saja berbelanja. Namun, kadang saya juga melakukan aktivitas yang lain. Jika saya pergi ke suatu tempat, saya akan memberitahukan kepada Pak Ronald kira-kira berapa lama aktivitas saya di sana. Dengan demikian, beliau bisa tetap mengambil orderan saat saya beraktivitas. Namun, ternyata setiap kali saya menelepon beliau untuk minta dijemput, beliau langsung muncul lagi di titik jemput dengan tempo sesingkat-singkatnya.
Setiap Sabtu atau Minggu pagi, Pak Ronald selalu available untuk saya. Masya Allah, Alhamdulillah. Selain sigap beliau sangat jujur karena selalu memberikan kembalian tiap saya beri uang lebih. Terima kasih, Pak Ronald!
Alhamdulillah, selalu ada kemudahan di setiap kesulitan. Tanpa terasa sudah 1,5 bulan saya bertugas di Kepulauan Karibia. Perjalanan sudah terlampaui setengahnya, tinggal setengah lagi. Meski sudah diminta untuk memperpanjang masa tugas, setidaknya saya punya kesempatan untuk pulang dulu pada awal November nanti. Asyik, saya bisa bercengkerama bersama keluarga lagi. Tetap semangat dan menyala Abang Bey-ku! Sebentar lagi istrimu pulang!
Editor-Titie Surya
No comments